Ini adalah Alquran tulis tangan yang diperkirakan ditulis pada masa
awal kesultanan Bima 1640 -1700 M pada masa pemerintahan Sultan Abdul
Kahir I dan dilanjutkan oleh puteranya Sultan Abil Khair Sirajuddin.
Nonto berarti jembatan penuntun. Gama adalah Agama. Jadi Nontogama
adalah Kitab penuntun agama. Alquran ini berukuran 40 x 26 Cm dengan
ketebalan 6 cm.
Menurut Hj.Siti Maryam M.Salahuddin, kertas kitab ini dipesan khusus dari Eropa dan penulisannya menggunakan tinta tradisional saat itu yaitu dari Nanah pohon kinca yang dicampur arang. Pada surat Al Fatihah dan al-baqarah dipinggirnya dihiasi ornamen Bunga setangkai khas Bima.
Ide penulisan Alquran ini sebagai upaya penyiaran Islam pada masa-masa awal masuknya Islam di tanah Bima. Sehingga ayat-ayat suci itu bisa disebarluaskan ke seluruh masyarakat. Hanya inilah Alquran yang ada di Bima pada saat itu dan stategi penyebarluasan isi kitabullah dengan cara menghadirkan rakyat di Asi Mbojo untuk sama-sama mendengarkan lantunan Ayat Suci Alquran dari para ulama dan mubaliq setiap malam Jumat. Pada periode selanjutnya muncullah ide dari Sultan Alauddin dan Syekh Subur, seorang Imam Masjid Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731 -1748 M.
Selanjutnya jejak syekh Subur dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdul Gani Bima, guru besar di Madrasah Haramayn Masjidil Haram di penghujung abad 19.Penulisan Alquran nun jauh di lima abad silam ini adalah ide dan kreatfitas luar Biasa dari generasi terdahulu untuk menuntun ummat ke jalan “Siratal Mustaqim ” sehingga Alquran ini diberinama Nontogama( Jembatan Penuntun Agama).Penggunaan istilah Nontogama dan La Lino merupakan ciri dari proses pribumisasi Islam yg dilakukan oleh Sultan dan para Ulama’. Tanpa mengurangi substansi (qath’i) dari ajaran-ajaran Islam, rakyat didekatkan dgn istilah-istilah yg mudah mrk serap. Keramahan syiar inilah yg menyebabkan Kerajaan Bima mjdkan Al Quran sebagai rujukan utama dlm menyusun konstitusi hadat. Setdaknya mengingatkan kita semua utuk memulai membangun aras peradaban dari spirit Al Qur’an.(Alan malingi)
Menurut Hj.Siti Maryam M.Salahuddin, kertas kitab ini dipesan khusus dari Eropa dan penulisannya menggunakan tinta tradisional saat itu yaitu dari Nanah pohon kinca yang dicampur arang. Pada surat Al Fatihah dan al-baqarah dipinggirnya dihiasi ornamen Bunga setangkai khas Bima.
Ide penulisan Alquran ini sebagai upaya penyiaran Islam pada masa-masa awal masuknya Islam di tanah Bima. Sehingga ayat-ayat suci itu bisa disebarluaskan ke seluruh masyarakat. Hanya inilah Alquran yang ada di Bima pada saat itu dan stategi penyebarluasan isi kitabullah dengan cara menghadirkan rakyat di Asi Mbojo untuk sama-sama mendengarkan lantunan Ayat Suci Alquran dari para ulama dan mubaliq setiap malam Jumat. Pada periode selanjutnya muncullah ide dari Sultan Alauddin dan Syekh Subur, seorang Imam Masjid Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731 -1748 M.
Selanjutnya jejak syekh Subur dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdul Gani Bima, guru besar di Madrasah Haramayn Masjidil Haram di penghujung abad 19.Penulisan Alquran nun jauh di lima abad silam ini adalah ide dan kreatfitas luar Biasa dari generasi terdahulu untuk menuntun ummat ke jalan “Siratal Mustaqim ” sehingga Alquran ini diberinama Nontogama( Jembatan Penuntun Agama).Penggunaan istilah Nontogama dan La Lino merupakan ciri dari proses pribumisasi Islam yg dilakukan oleh Sultan dan para Ulama’. Tanpa mengurangi substansi (qath’i) dari ajaran-ajaran Islam, rakyat didekatkan dgn istilah-istilah yg mudah mrk serap. Keramahan syiar inilah yg menyebabkan Kerajaan Bima mjdkan Al Quran sebagai rujukan utama dlm menyusun konstitusi hadat. Setdaknya mengingatkan kita semua utuk memulai membangun aras peradaban dari spirit Al Qur’an.(Alan malingi)
0 comments: