Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Perjuangannya

Posted by Unknown Labels: Tuesday, June 10, 2014

Sultan Abdul Khair Sirajuddin adalah putra dari Sultan Mbojo Bima pertama bernama Abdul Kahir memerintah tahun 1620 – 1640. Setelah ayahnya mangkat pada tanggal 22 Desember 1640 dan dimakamkan di atas puncak bukit Dana Taraha (Doro Raja), tongkat Kesultanan diambil alih oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin.

Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mbojo mengalami jaman kejayaaan. Menjadi pusat perniagaan dan pusat penyiaran agama Islam, di wilayah Nusantara bagian Timur bersama Makassar.

Pejuang sejati pantang untuk berhenti berjuang. Apalagi untuk berkhianat. Tabu bagi Sultan untuk menghianati dou labo dana. Sultan sebagai hawo ro ninu, harus mampu mengamalkan falsafah toho mpa ra nahu sura dou labo dana. Itulah sebabnya Sultan bersama puteranya Nuruddin melanjutkan perjuangan di tanah Jawa.

Di sekitar tahun 1673, Sultan Abdul Khair Sirajuddin bersama puteranya Nuruddin berangkat ke Madura. Para laskar setia dan gagah perkasa ikut besama sultannya.
Di Madura laskar Sultan bergabung dengan laskar Karaeng Bonto Maranu, untuk membantu Pangeran Trunojoyo. Sudah merupakan takdir, kedua pejuang sejati bertemu di Madura.
Di Madura, Karaeng Bonto Maranu sudah berganti nama dengan Karaeng Galesong. Agar tidak diketahui oleh Belanda. Sebab kalau diketahui pasti akan ditangkap Belanda sesuai dengan isi perjanjian Bongaya.

Hal yang sama dilakukan oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Kehadirannya di Jawa dirahasiakan, agar tidak ditangkap oleh Belanda, berdasarkan perjanjian Bongaya pula. Itu sebabnya ada orang yang menyangka, bahwa yang berangkat ke Jawa adalah puteranya, Nuruddin.

Pada tahun 1677, pasukan Belanda dapat dipukul mundur oleh pasukan Trunojoyo dengan bantuan Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Karaeng Galesong. Karena pasukannya terdesak, maka pada tahun 1679, Belanda mendatangkan bala bantuan dari Batavia. Dari Batavia, Belanda mengirim pasukan Aru Palaka dan Kapten Yonker. Untuk kedua kalinya Aru Palaka dan Kapten Yonker diperalat oleh Belanda untuk berperang dengan teman sedarah dan sebangsa.

Kehadiran pasukan Aru Palaka dan Kapten Yonker, amat menguntungkan Belanda. Pasukan Trunojoyo bersama laskar Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Karaeng Galesong dapat dipukul mundur. Pada tanggal 27 Desember 1679, Belanda berhasil mengalahkan Trunojoyo. Karaeng Galesong gugur di perairan Selat Madura. Sultan Abdul Khair Sirajuddin terus berjuang melawan Belanda.

Sewaktu di Madura, Sultan Abdul Khair Sirajuddin menikah dengan seorang adik Pangeran Trunojoyo. Hal yang sama dilakukan pula oleh Karaeng Galesong. Tetapi ada sebagian ahli sejarah yang mengatakan, bahwa yang menikah dengan adik Trunojoyo bukan Sultan Abdul Khair Sirajuddin, melainkan puteranya Nuruddin.
Terlepas mana yang benar dari dua pendapat itu, tetapi yang pasti dari perkawinan itu lahir seorang putri yang kelak menjadi nenek dari Pangeran Diponegoro, pahlawan Nasional kita. Jadi dalam tubuh Pangeran Diponegoro mengalir darah Jawa, Mbojo dan Madura.

Perahu cita-cita sedang berlayar ke pulau idaman. Walau bagaimana besar gelombang dan badai, haram untuk kembali sebelum cita-cita dapat digapai. Begitulah ibarat perjuangan Sultan Abdul Khair Sirajuddin bersama puteranya.
Setelah menderita kekalahan di Jawa Timur, keduanya berangkat ke Banten Jawa Barat guna membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan Belanda.
Di Jawa Barat Sultan Abdul Khair Sirajuddin bertemu dengan Karaeng Popo. Teman lama dan teman seperjuangannya, sewaktu keduanya berjuang melawan Belanda di Makassar pada tahun 1660. kedua teman setia bertekad untuk membantu Sultan Ageng Tirtayasa.

Tetapi apa hendak dikata, di Jawa Barat pun mereka menderita kekalahan. Karena putera Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji berkhianat kepada ayah kandungnya. Ia diperalat Belanda untuk mengalahkan ayahnya sendiri. Sungguh perbuatan yang amat tercela.

Dalam perang itu, Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Nuruddin bersama laskarnya pernah ditangkap Belanda. Mereka ditawan di Batavia, tempat mereka ditawan disebut Tambora terletak di Jakarta Kota, wilayah Jakarta Barat sekarang. Sekarang nama Tambora sudah menjadi nama Kelurahan dan Kecamatan. Masjid yang didirikan oleh mereka sampai sekarang masih ada. Oleh pemerintah sudah dijadikan cagar budaya yang harus dilindungi.

Setelah dapat dikalahkan di Jawa Barat, Sultan bersama puteranya Nuruddin dan laskar setia kembali ke Dana Mbojo Bima tercinta. Bersama mereka, ikut pula Karaeng Popo dan ulama besar dari Banten yang bernama Syekh Umar Al Bantami. Kedua pejuang itu akan membantu Sultan Abdul Khair Sirajuddin dalam membangun Kesultanan Mbojo Bima.

Setelah berjuang tanpa mengenal menyerah, Sultan Abdul Khair Sirajuddin kembali kehadapan Yang Maha Kuasa. Beliau mangkat pada tanggal 17 Rajab 1093 H (22 Juli 1682). Dimakamkan di ToloBali. Sultan Abdul Khair Sirajuddin sudah tiada, perjuangannya tidak sia-sia.

(Dikutip dari Kesultanan Mbojo Bima Dalam Melawan Penjajah, M. Hilir Ismail)

0 comments:

Post a Comment

Search

Twitter updates

Kategori