H. Ferry Zulkarnain atau biasa di sapa Dae Ferry dilahirkan di Jakarta, 1 Oktober 1964 dari keluarga yang mengutamakan ibadah. Sejak kecil ayahandanya selalu mengingatkan Assolatu Imaduddin bahwa sholat adalah tiang agama. Jangan sekali-kali meninggalkan sholat, dalam keadaan apapun. Semangat inilah yang yang mengiringi kisah suksesnya sebagai seorang politisi handal. Kejujuran, bekerja keras, belajar terus menerus dan berdo’a, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab, merupakan filosofi hidupnya. Ulet dan piawai, laksana mutiara yang memancarkan kilauan yang amat indah.
Kini (2012) Dae Ferry kecil telah menjadi seorang Pangeran “Jena Teka” Kesultanan Bima sekaligus sebagai seorang politisi kawakan didaerah ini. Tekad mengabdinya yang tulus adalah warisan darah yang mengalir dari ayahandanya yang juga seorang Raja sekaligus negarawan. Semangat kerjanya yang tinggi, tidak banyak bicara, tekadnya yang besar untuk rakyatnya, mencintai melebihi kecintaannya pada apapun. Sebagai Putra Mahkota dan politisi Ferry Zulkarnain, bertekad mengabdikan diri “Toho Mpa Ra Ndai Sura Dou Labo Dana”, sebuah sumpah bertuah, sebuah tekad yang mendalam dan menjiwai dalam setiap gerak langkah pengabdiannya.
Sebelum Ferry memasuki ranah politik, ia telah malang melintang didunia bisnis sebagai Kontraktor. Dimasa ini Ferry menyebutnya sebagai era kedewasaan. Ia adalah kontraktor yang bertanggung jawab, berusaha bekerja menyelesaikan semua kewajibannya, walaupun kondisi sesulit apapun.
Kini ia bertekad untuk mengabdi. “ hingga di batas waktu nanti, saya lebih berpikir bagaimana memberikan yang terbaik bagi daerah, menyumbangkan segenap jiwa dan raga untuk daerah ini, mempersembahkan yang terbaik bagi masyarakat. Saya selalu berharap mudah-mudahan sisa umur ini bisa lebih banyak untuk bekerja bagi daerah ini sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh orang banyak” ungkapnya dalam suatu kesempatan. (sumber : daeferry.org)
Pada tanggal 4 juli 2013 Ferry Zulkarnain di nobatkan sebagai Sultan Bima ke- 16 yang berlangsung di pelataran Istana Bima, setelah delapan bulan menjadi Sultan Bima, tepat pada tanggal 26 Desember 2013 ajal menjemput Dae Ferry saat memantau banjir di Kabupaten Bima menjalankan tugasnya sebagai Bupati Bima.
Kini (2012) Dae Ferry kecil telah menjadi seorang Pangeran “Jena Teka” Kesultanan Bima sekaligus sebagai seorang politisi kawakan didaerah ini. Tekad mengabdinya yang tulus adalah warisan darah yang mengalir dari ayahandanya yang juga seorang Raja sekaligus negarawan. Semangat kerjanya yang tinggi, tidak banyak bicara, tekadnya yang besar untuk rakyatnya, mencintai melebihi kecintaannya pada apapun. Sebagai Putra Mahkota dan politisi Ferry Zulkarnain, bertekad mengabdikan diri “Toho Mpa Ra Ndai Sura Dou Labo Dana”, sebuah sumpah bertuah, sebuah tekad yang mendalam dan menjiwai dalam setiap gerak langkah pengabdiannya.
Sebelum Ferry memasuki ranah politik, ia telah malang melintang didunia bisnis sebagai Kontraktor. Dimasa ini Ferry menyebutnya sebagai era kedewasaan. Ia adalah kontraktor yang bertanggung jawab, berusaha bekerja menyelesaikan semua kewajibannya, walaupun kondisi sesulit apapun.
Kini ia bertekad untuk mengabdi. “ hingga di batas waktu nanti, saya lebih berpikir bagaimana memberikan yang terbaik bagi daerah, menyumbangkan segenap jiwa dan raga untuk daerah ini, mempersembahkan yang terbaik bagi masyarakat. Saya selalu berharap mudah-mudahan sisa umur ini bisa lebih banyak untuk bekerja bagi daerah ini sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh orang banyak” ungkapnya dalam suatu kesempatan. (sumber : daeferry.org)
Pada tanggal 4 juli 2013 Ferry Zulkarnain di nobatkan sebagai Sultan Bima ke- 16 yang berlangsung di pelataran Istana Bima, setelah delapan bulan menjadi Sultan Bima, tepat pada tanggal 26 Desember 2013 ajal menjemput Dae Ferry saat memantau banjir di Kabupaten Bima menjalankan tugasnya sebagai Bupati Bima.
0 comments: